Kampung Kuta terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Hingga sekarang penduduk kampung yang
dikelilingi bukit dan tebing tinggi dan berjarak sekitar 45 kilometer
dari Ciamis ini dikenal sangat menghormati warisan leluhurnya.
Adat dan tradisi menjadi salah satu peninggalan leluhur yang tak
boleh dilanggar. Kampung ini dikatagorikan sebagai kampung adat, karena
mempunyai kesamaan dalam bentuk dan bahan fisik bangunan rumah, adanya
ketua adat, dan adanya adat istiadat yang mengikat masyarakatnya.
Salah satu warisan ajaran leluhur yang mesti dipatuhi masyarakat Kuta
adalah pembangunan rumah. Bila dilanggar, warga Kuta berkeyakinan,
musibah atau marabahaya bakal melanda kampung mereka. Aturan adat
menyebutkan rumah harus berbentuk panggung dengan ukuran persegi
panjang.
Atap rumah pun harus dari bahan rumbia atau ijuk. Begitu pula
pembangunan rumah yang mensyaratkan tidak boleh menggunakan bahan semen,
melainkan hanya memakai bahan dari kayu dan bamboo. Kendati sederhana,
model bangunan seperti itu memang dapat melindungi penghuninya dari
berbagai macam gangguan, seperti binatang buas. Bahkan kalau dilihat
dari bentuknya, rumah panggung yang terbuat dari bambu dan kayu itu
tahan dari guncangan gempa.
Kampung Kuta merupakan masyarakat adat yang masih teguh memegang dan
menjalankan tradisi dengan pengawasan kuncen dan ketua adat. Kepercayaan
terhadap larangan dan adanya mahluk halus atau kekuatan gaib masih
tampak pada pandangan mereka terhadap tempat keramat berupa hutan
keramat.
Hutan keramat tersebut sering didatangi oleh orang-orang yang ingin
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup. Hanya saja, di hutan
keramat tersebut tidak boleh meminta sesuatu yang menunjukkan ketamakan
seperti kekayaan.
Untuk memasuki wilayah hutan keramat tersebut diberlakukan sejumlah
larangan, yakni larangan memanfaatkan dan merusak sumber hutan, memakai
baju dinas, memakai perhiasan emas, memakai baju hitam-hitam, membawa
tas, memakai alas kaki, meludah, dan berbuat gaduh. Bahkan untuk
memasuki Hutan Keramat ini pun tidak boleh memakai alas kaki, Tujuannya
agar hutan tersebut tidak tercemar dan tetap lestari.
Oleh karena itu, kayu-kayu besar masih terlihat kokoh di Leuweung
Gede. Selain itu, sumber air masih terjaga dengan baik. Di pinggir hutan
banyak mata air yang bersih dan sering digunakan untuk mencuci muka.
Mayarakat Kampung Kuta mengenal hutan karamat. Dipandang dari sudut
etimologis, Kampung Kuta berarti kampung atau dusun yang dikelilingi
“kuta” atau penghalang berupa tebing.
Warga Kampung Kuta sangat dilarang membuat sumur. Air untuk keperluan
sehari-hari harus diambil dari mata air. Larangan para leluhur mungkin
ada benarnya. Ini lantaran kondisi tanah yang labil di kampung ini
dikhawatirkan dapat merusak kontur tanah. Terutama membuat sumur dengan
cara menggali atau mengebor tanah.
Kedekatan masyarakat kampung adat dengan alam tidak hanya itu saja
setiap tahunnya masyarakat kampung Kuta mengadakan Upacara Adat nyuguh.
Upacara Adat Nyuguh ini merupakan suatu upacara ritual tradisional
Adat Kampung Kuta Kec. Tambaksari Kabupaten Ciamis yang selalu
dilaksanakan pada tanggal 25 shapar pada setiap tahunnya. Upacara ini
bertujuan sebagai persembahan bentuk syukur kepada Tuhan dan bumi yang
telah memberikan pangan bagi masyarakat kampung Kuta.
Sabtu, 26 Juli 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar